Minggu, 29 Maret 2009

bicara hati

Untuk soal yang satu ini, memang ada banyaaaaaakkkkk bangeeeeetttt hal yang tidak pernah bisa mengerti. Seorang sahabat pernah jatuh cinta, secinta-cintanya, paling mentok kayaknya. Selalu bersama, amplop sama perangko sampai kalah, semut sama gula sampai iri hati. Satu dan lain hal terjadi, akhirnya saling membenci. Kalah minyak sama air. Bulan sama matahari saja masih bisa ketemu kalau gerhana, yang ini luar biasa saling membenci. Yang bingung jelas para sahabat. Kalau mau ngumpul harus ngabarin yang mana? Yang satu datang, yang satu pasti berhalangan. Caci maki mengganti senyum malu-malu, air mata dan kemarahan menggantikan binar cinta. Lewat berapa bulan, kembali hati bicara (mungkin..yang ini masih saya ragukan) . Yang tadinya dihina kembali disanjung, yang tadinya dibuang hingga hancur berkeping-keping kini kembali direkatkan satu per satu, dengan apa yang masih tersisa. Orang Sunda bilang dipoyok dilebok. Orang Belanda bilang menjilat ludah sendiri. Siapa yang kembali dibuat repot? Jelas para sahabat. Tidak mengerti seperti apa peran yang diharapkan.
Sebenarnya hati bisa bicara nggak sih?
Demi senyum sumringah, mata berbinar dan tawa lepas, kami jelas mendoakan yang terbaik. Saya hanya ingin bertanya, karena seringkali hati saya merasa berbeda dengan apa yang saya lakukan. Apa itu artinya saya tidak jujur? Seringkali jika mengikuti inginnya hati, ada yang bisa terluka, atau mungkin keadaan yang tidak memungkinkan.
Kalau hati bisa bicara, mungkin sudah habis saya dimakinya.
Senyum yang sumringah, mata yang berbinar dan tawa yang lepas itu, apakah hati yang memintanya demikian?
Ah, memang susah bicara hati..

Hati saya merindu, padanya yang mungkin tak boleh saya rindukan.
Kalau hati bisa bicara, mungkin saya akan akan jadi orang tersalah sedunia.
Hati bisa menyuruh bermimpi nggak ya?
Saya suka bermimpi dia yang seharusnya tak boleh saya impikan.
Dan yang paling menakutkan, hati saya terasa nyaman setelah memimpikannya.

Ah, memang susah bicara hati..

Tidak ada komentar: